SELAMAT DATANG DI BLOG GW
HOME | ABOUT | CONTACT | TIPS

Friday 29 November 2013

Artikel Bahasa

       
      Pengertian Bahasa, Ragam Bahasa, Fungsi Bahasa adalah pemahaman dasar dalam memahami bahasa. Dalam memahami Bahasa Indonesia, kita juga perlu memahami hel-hal tersebut, sehingga pemahaman kita dalam memahami bahasa Indonesia, bisa lebih mendalam dan dapat mengaplikasikan dengan baik.

       Definisi Bahasa; Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbiter ( tidak ada hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya ) yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat untuk berkomunikasi, kerja sama, dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder.

Fungsi bahasa dalam masyarakat :
  1. Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.
  2. Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia.
  3. Alat mengidentifikasi diri.

Macam dan jenis ragam bahasa:
  1. Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti bahasa istilah hukum, bahasa sains, jurnalistik, dsb.
  2. Ragam bahasa pada perorangan atau idiolek seperti gaya bahasa mantan presiden soeharto, gaya bahasa binyamin s, dsb.
  3. Ragam bahasa pada sekelompok anggota masyarakay suatu wilayah seperti dialeg bahasa madura, medan, sunda, dll.
  4. Ragam bahasa pada masyarakat suatu golongan seperti ragam bahasa orang akademisi berbeda dengan ragam bahasaorang jalanan.
  5. Ragam bahasa pada bentuk bahasa seperti bahasa lisan dan bahasa tulisan.
  6. Ragam bahasa pada suatu situasi seperti ragam bahasa formal dan informal.

      Bahasa lisan lebih ekspresif dimana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau atau silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan bicara atau target komunikasi.
Bahsa isyarat atau gestur atau bahasa tubuh adalah salah satu cara berkomunikasi melalui gerakan-gerakan tubuh. Bahasa isyarat digunakan permanen oleh penyandang cacat karena mereka mempunyai bahasa sendiri.

      Bahasa bisa punah karena kebanyakan bahasa didunia ini tidak statis. Bahasa-bahasa itu berubah seiring waktu, mendapat kata tambahan, dan mencuri kata-kata dari bahasa lain. Bahasa hidup dan berkembang ketika masyarakat menuturkannya sebagai alat komunikasi utama. Ketika tidak ada lagi masyarakat penutur asli suatu bahasa disebut bahasa mati atau punah, meskipun masih ada sedikit penutur asli yang menggunakan tetapi generasi muda tidak lagi menjadi penutur bahasa tersebut.
Banyak situasi yang menyebabkan bahasa punah. Sebuah bahasa punah ketika bahasa itu berubah bentuk menjadi famili bahasa-bahasa lain.

      Orang indonesia kini boleh jadi tidak mengerti bahasa melayu yang digunakan di indonesia awal abad ke-20. Karena bahasa indonesia saat ini berasal dari bahasa melayu yang telah mengalami infusi kata-kata bahasa asing. Bisa dikatakan bahasa melayu bermetamorfosis dalam bahasa indonesia. Kelak kalau bahasa indonesia makin berkembang dan demikian pula bahasa melayu malaysia kemungkinan bahasa melayu akan punah.
Karena pengaruh globali sasi dan IPTEK menyebabkan masyarakat indonesia menganggap bahasa indonesia itu :
  • Tidak gaul.
  • Terlalu formal.

Rapuhnya bahasa indonesia disebabkan :
  1. Tergerus arus globalisasi.
  2. Kemungkinan banyak orang yang tidak menyukai peraturan bahasa indonesia.
  3. Tidak adanya relasi masyarakat dengan pemerintah tentang pembudidayaan.

      Selain bahasa asing, bahasa daerah juga memberi pengaruh pada perkembangan bahasa indonesia. Karena bahasa indonesia mungkin dianggap terlalu formal untuk dipakai sehair-hari. Tidak apa-apa sebenarnya bahasa asing menyerap kedalam bahasa indonesia. Sebagai bahasa yang terbuka, bahasa indonesia harus luwes menerima unsur bahasa lain.

      Bahasa indonesia mengenal dua macam serapan yakni :
Unsur asing yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa indonesia.
Unsur asing yang pengucapan dan penulisannya telah disesuaikan dengan kaidah bahasa indonesia.

sumber : http://alananugerahputra.blogspot.com

Thursday 21 March 2013

PENENTUAN HARGA PERMINTAAN DAN PENAWARAN


 

A.     Pengetian Permintaan & Penawaran
 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqhHWOc2XHKOc2m6INOLT9WhN2fkr4HVIUeYhY-jraj1McMiiC68YwiF2ByYzuUXPXL0Kld4agEcCpoo-lwq04BYUjjH7_y0C22m9hpneO0fMgFJwHaf5I59a8DvqIYE5JUMl4sRirtkg/s1600/demand_supply_sugar1.jpg
Pengertian Permintaan :
Permintaan ( Demand ) adalah jumlah keseluruhan barang dan jasa yang diminta atau dibeli ole konsumen pada waktu tertentu dan pada harga tertentu.

Pengertian Penawaran :
Penawaran( Supply ) adalah jumlah keseluruhan barang atau jasa yang ditawarkan oleh produsen pada waktu tertentu dan pada harga tertentu.


B.     Hukum Permintaan & Penawaran

Hukum Permintaan :
Hukum permintaan menyatakan bahwa :
Jika harga naik, maka jumlah barang yang akan diminta akan menurun, dan sebaliknya, jika harga turun, maka jumlah barang yang diminta akan bertambah, dengan syarat dalam keadaan Ceteris Paribus.”
Hukum permintaan bersifat negative atau berbanding terbalik antara harga dan jumlah barang yang diminta.
Kenaikan harga barang akan menyebabkan berkurangnya jumlah barang yang diminta. Hal ini dikarenakan naiknya harga menyebabkan turunnya daya beli konsumen dan akan mengakibatkan berkurangnya jumlah permintaan. Naiknya harga barang akan menyebabkan konsumen mencari barang pengganti yang harganya lebih murah.


Hukum Penawaran :
Hukum penawaran menyatakan bahwa :
“ Jika harga naik, maka jumlah barang yang ditawarkan akan bertambah dan sebaliknya, jika harga turun, maka jumlah barang yang ditawarkan akan berkurang, dengan syarat dalam keadaan Ceteris Paribus.”
Hukum penawaran bersifat positif atau perbandingan lurus antara harga dan jumlah barang yang ditawarkan.

 http://www.gmilburn.ca/wp-content/posts/gas-wii/supply-demand.jpg
C.     Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan & Penawaran

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan :

a)      Pendapatan atau penghasilan konsumen
Apabila pendapatan konsumen semakin tinggi akan diikuti daya beli konsumen yang kuat dan 
mampu untuk membeli barang dan jasa dalam jumlah yang lebih besar, demikian sebaliknya.

b)     Selera
Apabila selera konsumen terhadap suatu barang dan jasa tinggi maka akan diikuti dengan jumlah barang dan jasa yang diminta akan mengalami peningkatan, demikian sebaliknya. Contohnya: permintaan terhadap telepon genggam

c)      Harga barang/jasa pengganti
Konsumen akan cenderung mencari barang atau jasa yang harganya relatif lebih murah untuk dijadikan alternatif penggunaan. Contohnya: bila harga tiket pesawat Jakarta-Surabaya sama harganya dengan tiket kereta api, maka konsumen cenderung akan memilih pesawat sebagai alat transportasi. Contoh lain: untuk seorang pelajar bila harga pulpen lebih mahal dari pensil, maka ia akan cenderung untuk membeli pensil.

d)     Harga barang/jasa pelengkap
Keduanya merupakan kombinasi barang yang sifatnya saling melengkapi. Contoh: kompor dengan minyak tanah, karena harga minyak tanah mengalami kenaikan maka orang beralih menggunakan bahan bakar minyak tanah dan beralih ke bahan bakar gas.

e)      Perkiraan harga di masa datang
Apabila konsumen menduga harga barang akan terus mengalami kenaikan di masa datang, maka konsumen cenderung untuk menambah jumlah barang yang dibelinya. Contoh: Pada saat krisis ekonomi, ketika konsumen memperkirakan harga-harga sembako esok hari akan melambung tinggi, maka mereka akan memborong sembako tersebut hari ini.

f)       Intensitas kebutuhan konsumen
Bila suatu barang atau jasa sangat dibutuhkan secara mendesak dan dirasakan pokok oleh konsumen, maka jumlah permintaan akan mengalami peningkatan. Contoh: kebutuhan akan bahan pokok beras, konsumen bersedia membeli dalam jumlah harga tinggi, walaupun pemerintah sudah menetapkan harga pokok.


Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran :

a)   Biaya produksi
Harga bahan baku yang mahal akan mengakibatkan tingginya biaya produksi dan menyebabkan produsen menawarkan barang dalam jumlah terbatas untuk menghindari kerugian karena takut tidak laku.

b)   Teknologi
Adanya kemajuan teknologi akan menyebabkan pengurangan terhadap biaya produksi dan produsen dapat menawarkan barang dalam jumlah yang lebih besar lagi. Harga barang pelengkap dan pengganti. Apabila harga barang pengganti mengalami kenaikan maka produsen akan memproduksi lebih banyak lagi karena berasumsi konsumen akan beralih ke barang pengganti karena harganya lebih murah.

c)    Pajak
Semakin tinggi tarif pajak yang dikenakan akan berakibat naiknya harga barang dan jasa yang akan membawa dampak pada rendahnya permintaan konsumen dan berkurangnya jumlah barang yang ditawarkan.

d)   Perkiraan harga barang di masa datang
Apabila kondisi pendapatan masyarakat meningkat, biaya produksi berkurang dan tingkat harga barang dan jasa naik, maka produsen akan menambah jumlah barang dan jasa yang ditawarkan. Tetapi bila pendapatan masyarakat tetap, biaya produksi mengalami peningkatan, harga barang dan jasa naik, maka produsen cenderung mengurangi jumlah barang dan jasa yang ditawarkan atau beralih pada usaha lain.

e)    Harga barang itu sendiri
Apabila harga barang yang ditawarkan mengalami kenaikan, maka jumlah barang yang ditawarkan juga akan meningkat. Sebaliknya jika barang yang ditawarkan turun jumlah barang yang ditawarkan penjual juga akan turun. Misalnya jika harga sabun mandi meningkat dari Rp1.500,00 menjadi Rp2.000,00, maka jumlah sabun mandi yang penjual tawarkan akan meningkat pula.

f)    Harga barang pengganti (subtitusi)
Apabila harga barang pengganti meningkat maka penjual akan meningkatkan jumlah barang yang ditawarkan. Penjual berharap, konsumen akan beralih dari barang pengganti ke barang lain yang ditawarkan, karena harganya lebih rendah. Contohnya harga kopi meningkat menyebabkan harga barang penggantinya yaitu teh lebih rendah, sehingga penjual lebih banyak menjual teh.


HARGA KESEIMBANGAN
 http://rumahta.com/file/img/news/Price-Tag.jpg
Harga Keseimbangan atau harga pasar ( price equilibrium ) adalah harga yang terjadi apabila jumlah barang yang diminta sama dengan jumlah barang yang ditawarka. Penentuan harga dan jumlah barang pada saat keseimbangan yaitu dengan menentukan titik potong antara grafik fungsi permintaan dengan fungsi penawaran.


SUMBER REFERENSI :


Sunday 27 January 2013

BIROKRASI





  1.  Definisi Birokrasi
   https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNXL4zl_AfYfyJrxze6GaajGNKLkA6V2CIhtC8PNCDhnQXnRhhmG9LQYaeUI5stKr39lUROL9-WMo-gk6CEUz1Q5FvDQOdPY-frb2TOvAjB78Z8_3e4cUMiT1OWwDQmUylMGE9BzMAG4Vl/s1600/bureaucracy1.jpeg
Birokrasi berasal dari kata “bureau” yang berarti meja atau kantor; dan kata “kratia” (cratein) yang berarti pemerintah. Pada mulanya, istilah ini digunakan untuk menunjuk pada suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur atau diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi (Ernawan, 1988). Dalam konsep bahasa Inggris secara umum, birokrasi disebut dengan “civil service”. Selain itu juga sering disebut dengan public sector, public service atau public administration.


         Definisi birokrasi telah tercantum dalam kamus awal secara sangat konsisten. Kamus akademi Perancis memasukan kata tersebut pada tahun 1978 dengan arti kekuasaan, pengaruh, dari kepala dan staf biro pemerintahan. Kamus bahasa Jerman edisi 1813, mendefinisikan birokrasi sebagai wewenang atau kekuasaan yang berbagai departemen pemerintah dan cabang-cabangnya memeperebutkan diri untuk mereka sendiri atas sesama warga negara. Kamus teknik bahasa Italia terbit 1823 mengartikan birokrasi sebagai kekuasaan pejabat di dalam administrasi pemerintahan.
 



            Birokrasi berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah suatu sistem kontrol dalam organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional dan sistematis, dan bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi berskala besar (disarikan dari Blau & Meyer, 1971; Coser & Rosenberg, 1976; Mouzelis, dalam Setiwan,1998).




Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, birokrasi didefinisikan sebagai :

  1. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan.
  2. Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan (adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya.

Definisi birokrasi ini mengalami revisi, dimana birokrasi selanjutnya didefinisikan sebagai

  1. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat.
  2. Cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai.

Berdasarkan definisi tersebut, pegawai atau karyawan dari birokrasi diperoleh dari penunjukan atau ditunjuk (appointed) dan bukan dipilih (elected).





Beberapa Definisi Birokrasi Menurut Para Ahli :

     

  1.    Hegel dan Karl Marx



Keduanya mengartikan birokrasi sebagai instrumen untuk melakukan pembebasan dan transformasi sosial. Hegel berpendapat birokrasi adalah medium yang dapat dipergunakan untuk menghubungkan kepentingan partikular dengan kepentingan general (umum). Sementara itu teman seperjuangannya, Karl Marx, berpendapat bahwa birokrasi merupakan instrumen yang dipergunakan oleh kelas yang dominan untuk melaksanakan kekuasaan dominasinya atas kelas-kelas sosial lainnya, dengan kata lain birokrasi memihak kepada kelas partikular yang mendominasi tersebut.



  2.     Bintoro Tjokroamidjojo


            Menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1984) ”Birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak orang”.
Dengan demikian sebenarnya tujuan dari adanya birokrasi adalah agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat dan terorganisir. Bagaimana suatu pekerjaan yang banyak jumlahnya harus diselesaikan oleh banyak orang sehingga tidak terjadi tumpang tindih di dalam penyelesaiannya, itulah yang sebenarnya menjadi tugas dari birokrasi.



  3.    Blau dan Page


            Blau dan Page (1956) mengemukakan ”Birokrasi sebagai tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinir secara sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang”. Jadi menurut Blau dan Page, birokrasi justru untuk melaksanakan prinsip-prinsip organisasi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi administratif, meskipun kadangkala di dalam pelaksanaannya birokratisasi seringkali mengakibatkan adanya ketidakefisienan.



  4.    Ismani


            Dengan mengutip pendapat dari Mouzelis, Ismani (2001) mengemukakan ”Bahwa dalam birokrasi terdapat aturan-aturan yang rasional, struktur organisasi dan proses berdasarkan pengetahuan teknis dan dengan efisiensi dan setinggi-tingginya. Dari pandangan yang demikian tidak sedikitpun alasan untuk menganggap birokrasi itu jelek dan tidak efisien”.

  5.    Fritz Morstein Marx


            Dengan mengutip pendapat Fritz Morstein Marx, Bintoro Tjokroamidjojo (1984) mengemukakan bahwa birokrasi adalah ”Tipe organisasi yang dipergunakan pemerintahan modern untuk pelaksanaan berbagai tugas-tugas yang bersifat spesialisasi, dilaksanakan dalam sistem administrasi yang khususnya oleh aparatur pemerintahan”.



  6.    Riant Nugroho Dwijowijoto


            Dengan mengutip Blau dan Meyer, Dwijowijoto (2004) menjelaskan bahwa ”Birokrasi adalah suatu lembaga yang sangat kuat dengan kemampuan untuk meningkatkan kapasitas-kapasitas potensial terhadap hal-hal yang baik maupun buruk dalam keberadaannya sebagai instrumen administrasi rasional yang netral pada skala yang besar”. Selanjutnya dikemukakan bahwa ”Di dalam masyarakat modern, dimana terdapat begitu banyak urusan yang terus-menerus dan ajeg, hanya organisasi birokrasi yang mampu menjawabnya. Birokrasi dalam praktek dijabarkan sebagai pegawai negeri

sipil”.



Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, dapat dirumuskan bahwa birokrasi adalah:

  1. Suatu prosedur yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien;
  2. Keseluruhan aparat pemerintah, baik sipil maupun militer yang bertugas membantu pemerintah dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu.



Berbicara soal birokrasi, tidak bisa lepas dari konsep yang digagas Max Weber, sosiolog ternama asal Jerman, dalam karyanya ”The Theory of Economy and Social Organization”, yang dikenal melalui ideal type (tipe ideal) birokrasi modern. Model ini yang sering diadopsi dalam berbagai rujukan birokrasi berbagai negara, termasuk di Indonesia, walaupun dalam penerapan tidak sepenuhnya bisa dilakukan.

            Weber membangun konsep birokrasi berdasar teori sistem kewarganegaraan yang dikembangkannya. Ada tiga jenis kewenangan yang berbeda. Kewenangan tradisional (traditional authority) mendasarkan legitimasi kewenangan pada tradisi yang diwariskan antar generasi. Kewenangan kharismatik (charismatic authority) mempunyai legitimasi kewenangan dari kualitas pribadi dan yang tinggi dan bersifat supranatural. Dan, kewenangan legal-rasional (legal-rational authority) mempunyai legitimasi kewenangan yang bersumber pada peraturan perundang-undangan.

            Dalam analisis Weber, organisasi “tipe ideal” yang dapat menjamin efisiensi yang tinggi harus mendasarkan pada otoritas legal-rasional., Weber mengemukakan konsepnya tentang the ideal type of bureaucracy dengan merumuskan ciri-ciri pokok organisasi birokrasi yang lebih sesuai dengan masyarakat modern, yaitu:

  1. A hierarchical system of authority (sistem kewenangan yang hierakis)
  2. A systematic division of labour (pembagian kerja yang sistematis)
  3. A clear specification of duties for anyoneworking in it (spesifikasi tuhas yang jelas)
  4. Clear ang systematic diciplinary codes and procedures (kode etik disiplin dan prosedur yang jelas serta sistematis)
  5. The control of operation through a consistent system of abstrac rules (kontrol operasi melalui sistem aturan yang berlaku secara konsisten)
  6. A consistent applications of general rules to specific cases (aplikasi kaidah-kaidah umum kehal-hal  pesifik  dengan  konsisten)
  7. The selection of emfloyees on the basic of objectively determined qualivication (seleksi pegawai yang didasarkan pada kualifikasi standar yang objektif)
  8. A system of promotion on the basis of seniority or merit, or both (sistem promosi berdasarkan senioritas atau jasa, atau keduanya)

Ciri-ciri birokrasi menurut Max Weber adalah:

  • Jabatan administratif yang terorganisasi/tersusun secara hirarkis. (Administratice offices are organized hierarchically)
  • Setiap jabatan mempunyai wilayah kompetensinya sendiri (Each office has its own area of competence)
  • Pegawai negeri ditentukan, tidak dipilih, berdasarkan pada kualifikasi teknik yang ditunjukan dengan ijazah atau ujian. (Civil cervants are appointed, not electe, on the basis of technical qualifications as determined by diplomas or examination)

  • Pegawai negeri menerima gaji tetap sesuai dengan pangkat atau kedudukannya. (Civil servants receive fixed salaries accordingto rank)

  • Pekerjaan merupakan karir yang terbatas, atau pada pokoknya, pekerjaannya sebagai pegawai negeri. (The job is a career and the sole, or at least primary, employment of the civil servant)
  • Para pejabat tidak memiliki kantor sendiri. (The official does not own his or her office)
  • Para pejabat sebagai subjek untuk mengontrol dan mendisiplinkan. (the official is subject to control and discipline)
  • Promosi didasarkan pada pertimbangan kemampuan yang melebihi rata-rata. (Promotion is based on superiors judgement)



Dalam kehidupan sebuah negara yang merdeka dan berdaulat,  birokrasi mempunyai peranan dan  fungsi penting dalam menjalankan kehidupan di suatu negara. Namun,  besarnya pengaruh kekuasaan dan politik  mengakibatkan birokrasi tidak  profesional atau mandul. Birokrasi dengan kultur yang dibangunnya, cenderung  lebih sibuk melayani penguasa daripada menjalankan fungsi utamanya sebagai pelayan masyarakat. Misalnya, dalam bidang pelayanan publik, upaya yang telah dilakukan dengan menetapkan standar pelayanan publik, dengan harapan pelayanan yang cepat, tepat, murah dan transparan belum dapat terwujud. Upaya tersebut belum banyak dinikmati masyarakat, dikarenakan pelaksanaan sistem dan prosedur pelayanannya kurang efektif, efesien, berbelit-belit, lamban, tidak merespons kepentingan pelanggan/masyarakat  yang ditimpakan kepada birokrasi. Semua ini  merupakan cerminan bahwa kondisi birokrasi dewasa ini dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, masih belum sesuai dengan harapan dan keinginan masyarakat.

Ketidakpuasan terhadap kinerja pelayanan publik, dapat dilihat dari keengganan masyarakat berhubungan dengan birokrasi pemerintah atau dengan kata lain adanya kesan untuk sejauh mungkin menghindari birokrasi pemerintah. Fenomena kurang responsif, kurang informatif, kurang koordinasi, tidak  mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat inefesiensi dan birokratis, merupakan kondisi pelayanan publik yang dirasakan oleh masyarakat selama ini. Hal ini disebabkan karena masih banyaknya  peran Kementerian/Lembaga yang tumpang tindih, pemerintah yang dirasakan masih sentralistik, kurangnya infrastruktur, masih menguatnya budaya dilayani bukan melayani, transparansi biaya dan prosedur pelayanan yang belum jelas, serta sistem insentif/penghargaan dan sanksi belum maksimal.(Alfurkon Setiawan, Kepala Pusat Data dan Informasi)

Beberapa konsep modern tentang birokrasi tergambar oleh penjelasan para pemikir seperti Weber, Peter Blau, de Gourney, dan Mill. Diantaranya yaitu:

  1. Birokrasi sebagai organisasi rasional
  2. Birokrasi sebagai inefisiensi organisasi
  3. Birokrasi sebagai kekuasaan yang dijalankan oleh pejabat
  4. Birokrasi sebagai administrasi Negara ( public )
  5. Birokrasi sebagai administrasi yabg dijalankan oleh pejabat
  6. Birokrasi sebagai suatu organisasi
  7. Birokrasi sebagai masyarakat modern



Pentingnya Birokrasi



   1.      Teori yang lama memandang birokrasi sebagai instrumen politik. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, teori tersebut ditolak, dengan menyatakan pentingnya peranan birokrasi dalam seluruh tahapan atau proses kebijakan publik.

  2.      Menurut Robert Presthus, pentingnya birokrasi diungkapkan dalam peranan-nya sebagai “delegated legislation”, “initiating policy” dan”internal drive for power, security and loyalty”.

   3.      Dalam membahas birokrasi ada tiga pertanyaan pokok yang harus diperhati-kan,

(1) bagaimana para birokrat dipilih,

(2) apakah peranan birokrat dalam pembuatan keputusan, dan

(3)bagaimana para birokrat diperintah.

Dalam hubungannya dengan pertanyaan kedua, hal pertama yang perlu disadari adalah ada perbedaan antara proses pembuatan keputusan yang aktual dengan yang formal. Dalam kenyataan birokrat merupakan bagian dari para pembuat keputusan.

  4.      Pentingnya peranan birokrasi amat menonjol dalam negara-negara sedang berkembang di mana mereka semuanya telah memberikan prioritas kegia-tannya pada penyelenggaraan pembangunan nasional. Di negara-negara ini





Birokrasi Di Indonesia



Birokrasi di Indonesia memiliki posisi dan peran yang sangat strategis. Birokrasi menguasai banyak aspek dari hajat hidup masyarakat. Mulai dari urusan kelahiran, pernikahan, perizinan usaha sampai urusan kematian, masyarakat tidak bisa menghindar dari birorkasi. Ketergantungan masyarakat sendiri terhadap birokrasi juga masih sangat besar.

            Ditinjau dari aspek kebudayaan, aparatur birokrasi memiliki status sosial yang tinggi di tengah masyarakat. Status sosial tersebut merupakan aset kekuasaan, karena orang cenderung mau tunduk pada orang lain yang memiliki status sosial lebih tinggi.

            Dalam kaitan penyelenggaraan pemerintahan, dengan sifat dan lingkup pekerjaannya, birokrasi menguasai aspek-aspek yang sangat luas dan strategis. Birokrasi menguasai akses-akses sumber daya alam, anggaran, pegawai, proyek-proyek, serta menguasai akses pengetahuan dan informasi yang tidak dimiliki pihak lain.

            Dengan posisi dan kemamampuan besar yang dimilikinya tersebut, birokrasi bukan saja mempunyai akses yang kuat untuk membuat kebijakan yang tepat secara teknis, tetapi juga mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat dan dunia usaha. Birokrasi dengan aparaturnya juga memiliki berbagai keahlian teknis yang tidak dimiliki oleh pihak-pihak non birokrasi, seperti dalam hal perencanaan pembangunan, pengelolaan infrastruktur, penyelenggaraan pendidikan, pengelolaan transportasi dan lain-lain.

            Birokrasi di Indonesia juga memegang peranan penting dalam perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan berbagai kebijakan publik, serta dalam evaluasi kinerjanya. Dari gambaran di atas nyatalah, bahwa birokrasi di Indonesia memiliki peran yang cukup besar. Besarnya peran birokrasi tersebut akan turut menentukan keberhasilan pemerintah dalam menjalankan program dan kebijakan pembangunan. Jika birokrasi buruk, upaya pembangunan akan dipastikan mengalami banyak hambatan. Sebaliknya, jika birokrasi bekerja secara baik, maka program-program pembangunan akan berjalan lebih lancar. Pada tataran ini, birokrasi menjadi salah satu prasyarat penting keberhasilan pembangunan.

Di tengah posisinya yang cukup strategis, birokrasi di Indonesia sulit menghindar dari berbagai kritik yang hadir yaitu:

  1. Buruknya pelayanan public
  2.  Besarnya angka kebocoran anggaran Negara
  3.  Rendahnya profesionalisme dan kompetensi PNS
  4.  Sulitnya pelaksanaan koordinasi antar instansi
  5.  Masih banyaknya tumpang tindih kewenangan antar instansi, aturan yang tidak sinergis dan tidak relevan dengan perkembangan aktual, dan masalah-masalah lainya.



            Birokrasi juga dikenal enggan terhadap perubahan, eksklusif, kaku dan terlalu dominan, sehingga hampir seluruh urusan masyarakat membutuhkan sentuhan-sentuhan birokrasi
Tingginya biaya yang dibebankan untuk pengurusan hal tertentu baik yang berupa legal cost maupun illegal cost, waktu tunggu yang lama, banyaknya pintu layanan yang harus dilewati dan tidak berperspektif pelanggan.

            Dalam survei Doing Business 2009 yang dibuat oleh International Finance Corporation (IFC) di 181 negara, Indonesia berada pada urutan 129. Survei yang dilakukan terhadap 10 indikator berusaha, yaitu starting a business, dealing with construction permits, employing workers, registering property, getting credit, dan protecting investor.

            Selain itu paying taxes, trading across borders, enforcing contract serta closing a business. Dari kesepuluh indikator tersebut, Indonesia hanya mengalami kemudahan berusaha dalam hal getting credit, yakni kemudahan memperoleh kredit yang merupakan buah kerja Bank Indonesia yang mememberikan kemudahan dan informasi institusi keuangan, termasuk profil risiko peminjam.

            Posisi Indonesia berada jauh di bawah Thailand yang menduduki peringkat 13, Malaysia di urutan 20, dan Vietnam posisi ke 92. Indonesia hanya sedikit di atas Kamboja dengan peringkat 135 dan Filipina dengan urutan 140. ASEAN perlu berbangga karena negeri jiran, Singapura, mempertahankan posisinya di peringkat pertama, disusul urutan berikutnya Selandia Baru, AS, Hong Kong, dan Denmark.

R Nugroho Dwijowiyoto (2001) menyatakan kondisi riil birokrasi Indonesia saat ini, digambarkan sebagai berikut :

            Secara generik, ukuran keberhasilan birokrasi sendiri sudah tidak sesuai dengan tuntutan organisasional yang baru. Di Indonesia, birokrasi di departemen atau pemerintahan paling rendah, yang diutamakan adalah masukan dan proses, bukan hasil. Karenanya, yang selalu diperhatikan oleh para pelaku birokrasi adalah jangan sampai ada sisa pada akhir tahun buku.
Birokrasi kita tidak pernah menyadari bahwa ada perubahan besar di dunia. Di mana semua hal harus mengacu kepada pasar, bisnis harus mengacu kepada permintaan pasar, dan kalau mau berhasil dalam kompetisi ia harus mampu melayani pasar. Pasar birokrasi adalah seluruh masyarakat, yang dilayani oleh birokrasi bukannya pejabat pemerintahan atau pimpinan birokrasi itu sendiri, tetapi rakyat.

            Birokrasi sangatlah commanding dan sentralistik, sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan zaman mondial kini dan masa depan, di mana dibutuhkan kecepatan dan akurasi pengambilan keputusan.

 

 






2.Keuntungan dan Kelemahan Birokrasi



         *         Keuntungan  Birokrasi

    1.             Teori birokrasi ini mempunyai kekuatannya yang tersendiri, walaupun teori ini sering dikaitkan dengan pelbagai streotaip negatif, namun teori birokrasi ini juga banyak memberikan sumbangan kepada teori dalam pengurusan sumber manusia. Menurut Kettner (2002), terdapat tiga pertimbangan yang diambil kira dalam teori birokrasi iaitu pertama ialah kebertanggungjawapan (accountability), kedua ialah hierarki dan definisi tanggungjawab, manakala yang ketiga pula ialah penyediaan untuk kerja. Kesemua instrumen tersebut adalah kekuatan kepada teori ini dan inilah yang membezakannnya dengan teori organisasi yang lain.
    2.             Hierarki dan definisi tanggungjawab adalah merupakan ciri penting birokrasi dalam membantu  pengurusan tempat kerja yang tersusun. Lakaran prinsipal terhadap semua tugas haruslah jelas dan harus disusun dalam bentuk hierarki. Dengan adanya hierarki dan spesifikasi tugas ini, ianya dapat memberi kekuatan terhadap organisasi birokrasi kerana ia dapat memantapkan lingkungan kuasa yang ada pada jabatan, program, unit kecil dan bagi setiap pekerja itu sendiri. Salah satu lagi kelebihannya disini ialah setiap pekerja amat jelas serta tahu kerja dan tugas harian yang patut dilakukan oleh mereka, tanpa perlu bergantung kepada arahan untuk melakukan sesuatu tugas daripada pihak lain.
    3.             Ada Aturan, Norma, dan Prosedur untuk Mengatur Organisasi
      Dalam model teori birokrasi Max Weber, ditekankan mengenai pentingnya peraturan. Weber percaya bahwa peraturan seharusnya diterapkan secara rasional dan harusnya ada peraturan untuk segala hal dalam organisasi. Tentunya, peraturan-peraturan itu tertulis. Dengan demikian, organisasi akan mempunyai pedoman dalam menjalankan tugas-tugasnya

         *         Kelemahan dan Problema dalam Birokrasi

    1. Kelemahan-kelemahan birokrasi terletak dalam hal:
      a. penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsional
      b. terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hirarki
      c. kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi
      d.   berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi
    2. Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam birokrasi sebenarnya tidak berarti bahwa birokrasi adalah satu bentuk organisasi yang negatif, tetapi seperti dikemukakan oleh K. Merton lebih merupakan “bureaucratic dysfunction” dengan ciri utamanya “trained incapacity”.
    3. Usaha-untuk memperbaiki penampilan birokrasi diajukan dalam bentuk teori birokrasi sistem perwakilan. Asumsi yang dipergunaksn adalah bahwa birokrat di pengaruhi oleh pandangan nilai-nilai kelompok sosial dari mana ia berasal. Pada gilirannya aktivitas administrasi diorientasikan pada kepen-tingan kelompok sosialnya. Sementara itu, kontrol internal tidak dapat dijalankan. Sehingga dengan birokrasi sistem perwakilan diharapkan dapat diterapkan mekanisme kantrol internal. Teori birokrasi sistem perwakilan secara konseptual amat merangsang, tetapi tidak mungkin untuk diterapkan. Karena teori ini tidak realistik, tidak jelas kriteria keperwakilan, emosional dan mengabaikan peranan pendidikan.

    1.             Keengganan untuk mengakui adanya konflik di antara otorita yang disusun secara hirarkis dan sulit menghubungkan proses birokratisasi dengan modernisasi yang berlangsung di negara-negara sedang berkembang.
    2.             Salah satu kelemahan yang sering dikaitkan dengan birokrasi ialah “red tape” . Istilah ini merujuk kepada satu peraturan birokrasi yang sangat berlebihan sehingga menyebabkan kelewatan kepada sesuatu urusan ataupun proses. Menurut struktur birokrasi Weber yang diberikan oleh Etzioni dalam bukunya, sistem pencatatan perlu dilakukan untuk merekod segala tindakan, keputusan dan peraturan dalam pentadbiran. Peraturan inilah yang sebenarnya menyebabkan “red tape” kerana ia menyebabkan proses perjalanan urusan dokumentasi menjadi lambat.




  3.  Birokratisme





Pengertian birokratisme mengacu pada sifat keterpakuan pada rutinitas, penolakan terhadap inovasi, keengganan memikul tanggung jawab, kekakuan dalam menerapkan aturan, dan kecenderungan menunda pekerjaan (Dawam Raharjo; Prisma, 1986). Selain sebagai acuan pemahaman, pengertian ini dapat juga dijadikan pegangan dalam evaluasi dan perbaikan.

            Contoh gampangnya, Bila seharusnya di Kantor Desa untuk membuat KTP adalah 1 Minggu, namun pada kenyataannya ternyata lebih lama,  itu termasuk Birokratisme. Kalau jadi lebih cepat itu juga Birokratisme.

Birokratisme adalah sebuah keburukan yang terdefinisi dengan baik, sebuah pelencengan yang buruk dan berbahaya, yang telah dikutuk secara resmi namun tetap tidak menunjukkan tanda-tanda akan melenyap. Terlebih lagi, cukuplah sulit untuk melenyapkannya dengan satu pukulan! Tetapi bila birokratisme, seperti yang dikatakan oleh resolusi Komite Pusat, mengancam untuk memisahkan partai dari massa dan oleh karenanya melemahkan karakter kelas dari partai, maka perjuangan melawan birokratisme tidak mungkin berasal dari pengaruh-pengaruh non-proletar. Sebaliknya, aspirasi partai untuk menjaga karakter proletarnya niscaya harus melahirkan resistensi terhadap birokratisme. Tentu di bawah kedok resistensi ini, berbagai tendensi yang keliru, tidak sehat, dan berbahaya dapat memanifestasikan diri mereka. Dan mereka tidak dapat diungkapkan tanpa menganalisa dengan metode Marxis isi ideologi mereka. Akan tetapi, mengidentifikasikan resistensi terhadap birokratisme sebagai sebuah kelompok yang menjadi kendaraan untuk pengaruh asing adalah sendirinya menjadi “kendaraan” untuk pengaruh birokratis.









Daftar Pustaka






Ø  http://www.setkab.go.id/artikel-5543-.html (Alfurkon Setiawan, Kepala Pusat Data dan Informasi)






Ø  Hall, R. H. (1999). Organizations: Structures, Processes, and Outcomes. (7th ed). United States: Prentice-Hall, Inc. (Edisi Terjemahan)

Ø  Mouzelis, N. P. (1967). Organization and Bureaucracy. Great Britain: Routledge 11 New Fetter lane. (Edisi Terjemahan)



Ø  Dr. Edi Siswadi , M. Si Rethinking Birokrasi . Pustaka Publisher

Ø  Kristian Widya Wicaksono. Administrasi dan Birokrasi Pemerintah. Graha Ilmu

Ø  Martin Albrow, Birokrasi, (Yogyakarta: Tiara Wacana, Cet.3, 2004)