1. Definisi Birokrasi
Birokrasi berasal dari kata “bureau” yang berarti meja atau kantor; dan
kata “kratia” (cratein) yang berarti pemerintah. Pada mulanya, istilah ini
digunakan untuk menunjuk pada suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur atau
diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi (Ernawan,
1988). Dalam konsep bahasa Inggris secara umum, birokrasi disebut dengan “civil
service”. Selain itu juga sering disebut dengan public sector, public service
atau public administration.
Definisi birokrasi telah tercantum dalam kamus awal secara sangat konsisten.
Kamus akademi Perancis memasukan kata tersebut pada tahun 1978 dengan arti
kekuasaan, pengaruh, dari kepala dan staf biro pemerintahan. Kamus bahasa
Jerman edisi 1813, mendefinisikan birokrasi sebagai wewenang atau kekuasaan
yang berbagai departemen pemerintah dan cabang-cabangnya memeperebutkan diri
untuk mereka sendiri atas sesama warga negara. Kamus teknik bahasa Italia
terbit 1823 mengartikan birokrasi sebagai kekuasaan pejabat di dalam
administrasi pemerintahan.
Birokrasi berdasarkan definisi yang
dikemukakan oleh beberapa ahli adalah suatu sistem kontrol dalam organisasi
yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional dan sistematis, dan
bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja
individu dalam rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi berskala besar
(disarikan dari Blau & Meyer, 1971; Coser & Rosenberg, 1976; Mouzelis,
dalam Setiwan,1998).
Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, birokrasi didefinisikan
sebagai :
- Sistem
pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah
berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan.
- Cara
bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata
aturan (adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya.
Definisi birokrasi ini
mengalami revisi, dimana birokrasi selanjutnya didefinisikan sebagai
- Sistem
pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh
rakyat.
- Cara
pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai.
Berdasarkan definisi tersebut, pegawai
atau karyawan dari birokrasi diperoleh dari penunjukan atau ditunjuk
(appointed) dan bukan dipilih (elected).
Beberapa Definisi Birokrasi Menurut Para Ahli :
1.
Hegel dan Karl Marx
Keduanya mengartikan birokrasi sebagai
instrumen untuk melakukan pembebasan dan transformasi sosial. Hegel berpendapat
birokrasi adalah medium yang dapat dipergunakan untuk menghubungkan kepentingan
partikular dengan kepentingan general (umum). Sementara itu teman
seperjuangannya, Karl Marx, berpendapat bahwa birokrasi merupakan instrumen
yang dipergunakan oleh kelas yang dominan untuk melaksanakan kekuasaan
dominasinya atas kelas-kelas sosial lainnya, dengan kata lain birokrasi memihak
kepada kelas partikular yang mendominasi tersebut.
2. Bintoro Tjokroamidjojo
Menurut
Bintoro Tjokroamidjojo (1984) ”Birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisir secara
teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak orang”.
Dengan demikian sebenarnya tujuan dari adanya birokrasi adalah agar pekerjaan
dapat diselesaikan dengan cepat dan terorganisir. Bagaimana suatu pekerjaan
yang banyak jumlahnya harus diselesaikan oleh banyak orang sehingga tidak
terjadi tumpang tindih di dalam penyelesaiannya, itulah yang sebenarnya menjadi
tugas dari birokrasi.
3. Blau dan Page
Blau
dan Page (1956) mengemukakan ”Birokrasi sebagai tipe dari suatu organisasi yang
dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara
mengkoordinir secara sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang”. Jadi
menurut Blau dan Page, birokrasi justru untuk melaksanakan prinsip-prinsip
organisasi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi administratif, meskipun
kadangkala di dalam pelaksanaannya birokratisasi seringkali mengakibatkan
adanya ketidakefisienan.
4. Ismani
Dengan
mengutip pendapat dari Mouzelis, Ismani (2001) mengemukakan ”Bahwa dalam
birokrasi terdapat aturan-aturan yang rasional, struktur organisasi dan proses
berdasarkan pengetahuan teknis dan dengan efisiensi dan setinggi-tingginya.
Dari pandangan yang demikian tidak sedikitpun alasan untuk menganggap birokrasi
itu jelek dan tidak efisien”.
5. Fritz Morstein Marx
Dengan
mengutip pendapat Fritz Morstein Marx, Bintoro Tjokroamidjojo (1984)
mengemukakan bahwa birokrasi adalah ”Tipe organisasi yang dipergunakan
pemerintahan modern untuk pelaksanaan berbagai tugas-tugas yang bersifat
spesialisasi, dilaksanakan dalam sistem administrasi yang khususnya oleh
aparatur pemerintahan”.
6. Riant Nugroho Dwijowijoto
Dengan
mengutip Blau dan Meyer, Dwijowijoto (2004) menjelaskan bahwa ”Birokrasi adalah
suatu lembaga yang sangat kuat dengan kemampuan untuk meningkatkan
kapasitas-kapasitas potensial terhadap hal-hal yang baik maupun buruk dalam
keberadaannya sebagai instrumen administrasi rasional yang netral pada skala
yang besar”. Selanjutnya dikemukakan bahwa ”Di dalam masyarakat modern, dimana
terdapat begitu banyak urusan yang terus-menerus dan ajeg, hanya organisasi
birokrasi yang mampu menjawabnya. Birokrasi dalam praktek dijabarkan sebagai
pegawai negeri
sipil”.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, dapat dirumuskan bahwa birokrasi
adalah:
- Suatu
prosedur yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar
tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien;
- Keseluruhan
aparat pemerintah, baik sipil maupun militer yang bertugas membantu
pemerintah dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu.
Berbicara soal birokrasi, tidak bisa lepas
dari konsep yang digagas Max Weber, sosiolog ternama asal Jerman, dalam
karyanya ”The Theory of Economy and Social Organization”, yang dikenal melalui
ideal type (tipe ideal) birokrasi modern. Model ini yang sering diadopsi dalam
berbagai rujukan birokrasi berbagai negara, termasuk di Indonesia, walaupun
dalam penerapan tidak sepenuhnya bisa dilakukan.
Weber
membangun konsep birokrasi berdasar teori sistem kewarganegaraan yang
dikembangkannya. Ada tiga jenis kewenangan yang berbeda. Kewenangan tradisional
(traditional authority) mendasarkan legitimasi kewenangan pada tradisi yang
diwariskan antar generasi. Kewenangan kharismatik (charismatic authority)
mempunyai legitimasi kewenangan dari kualitas pribadi dan yang tinggi dan
bersifat supranatural. Dan, kewenangan legal-rasional (legal-rational
authority) mempunyai legitimasi kewenangan yang bersumber pada peraturan perundang-undangan.
Dalam
analisis Weber, organisasi “tipe ideal” yang dapat menjamin efisiensi yang
tinggi harus mendasarkan pada otoritas legal-rasional., Weber mengemukakan
konsepnya tentang the ideal type of bureaucracy dengan merumuskan ciri-ciri pokok
organisasi birokrasi yang lebih sesuai dengan masyarakat modern, yaitu:
- A hierarchical system of
authority (sistem kewenangan yang hierakis)
- A systematic division of labour
(pembagian kerja yang sistematis)
- A clear specification of duties
for anyoneworking in it (spesifikasi tuhas yang jelas)
- Clear ang systematic
diciplinary codes and procedures (kode etik disiplin dan prosedur yang
jelas serta sistematis)
- The control of operation
through a consistent system of abstrac rules (kontrol operasi melalui
sistem aturan yang berlaku secara konsisten)
- A consistent applications of
general rules to specific cases (aplikasi kaidah-kaidah umum
kehal-hal pesifik dengan konsisten)
- The selection of emfloyees on
the basic of objectively determined qualivication (seleksi pegawai yang
didasarkan pada kualifikasi standar yang objektif)
- A system of promotion on the
basis of seniority or merit, or both (sistem promosi berdasarkan
senioritas atau jasa, atau keduanya)
Ciri-ciri
birokrasi menurut Max Weber adalah:
- Jabatan
administratif yang terorganisasi/tersusun secara hirarkis. (Administratice
offices are organized hierarchically)
- Setiap
jabatan mempunyai wilayah kompetensinya sendiri (Each office has its
own area of competence)
- Pegawai
negeri ditentukan, tidak dipilih, berdasarkan pada kualifikasi teknik yang
ditunjukan dengan ijazah atau ujian. (Civil cervants are appointed,
not electe, on the basis of technical qualifications as determined by
diplomas or examination)
- Pegawai
negeri menerima gaji tetap sesuai dengan pangkat atau kedudukannya. (Civil
servants receive fixed salaries accordingto rank)
- Pekerjaan
merupakan karir yang terbatas, atau pada pokoknya, pekerjaannya sebagai
pegawai negeri. (The job is a career and the sole, or at least primary,
employment of the civil servant)
- Para
pejabat tidak memiliki kantor sendiri. (The official does not own his
or her office)
- Para
pejabat sebagai subjek untuk mengontrol dan mendisiplinkan. (the
official is subject to control and discipline)
- Promosi
didasarkan pada pertimbangan kemampuan yang melebihi rata-rata. (Promotion
is based on superiors judgement)
Dalam kehidupan sebuah negara yang merdeka dan
berdaulat, birokrasi mempunyai peranan dan fungsi penting dalam
menjalankan kehidupan di suatu negara. Namun, besarnya pengaruh kekuasaan
dan politik mengakibatkan birokrasi tidak profesional atau mandul.
Birokrasi dengan kultur yang dibangunnya, cenderung lebih sibuk melayani
penguasa daripada menjalankan fungsi utamanya sebagai pelayan masyarakat. Misalnya,
dalam bidang pelayanan publik, upaya yang telah dilakukan dengan menetapkan
standar pelayanan publik, dengan harapan pelayanan yang cepat, tepat, murah dan
transparan belum dapat terwujud. Upaya tersebut belum banyak dinikmati
masyarakat, dikarenakan pelaksanaan sistem dan prosedur pelayanannya kurang
efektif, efesien, berbelit-belit, lamban, tidak merespons kepentingan
pelanggan/masyarakat yang ditimpakan kepada birokrasi. Semua ini
merupakan cerminan bahwa kondisi birokrasi dewasa ini dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat, masih belum sesuai dengan harapan dan keinginan
masyarakat.
Ketidakpuasan terhadap kinerja pelayanan publik, dapat
dilihat dari keengganan masyarakat berhubungan dengan birokrasi pemerintah atau
dengan kata lain adanya kesan untuk sejauh mungkin menghindari birokrasi
pemerintah. Fenomena kurang responsif, kurang informatif, kurang koordinasi,
tidak mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat inefesiensi dan
birokratis, merupakan kondisi pelayanan publik yang dirasakan oleh masyarakat selama
ini. Hal ini disebabkan karena masih banyaknya peran Kementerian/Lembaga
yang tumpang tindih, pemerintah yang dirasakan masih sentralistik, kurangnya
infrastruktur, masih menguatnya budaya dilayani bukan melayani, transparansi
biaya dan prosedur pelayanan yang belum jelas, serta sistem
insentif/penghargaan dan sanksi belum maksimal.(Alfurkon Setiawan, Kepala
Pusat Data dan Informasi)
Beberapa konsep modern tentang birokrasi tergambar
oleh penjelasan para pemikir seperti Weber, Peter Blau, de Gourney, dan Mill.
Diantaranya yaitu:
- Birokrasi
sebagai organisasi rasional
- Birokrasi
sebagai inefisiensi organisasi
- Birokrasi
sebagai kekuasaan yang dijalankan oleh pejabat
- Birokrasi
sebagai administrasi Negara ( public )
- Birokrasi
sebagai administrasi yabg dijalankan oleh pejabat
- Birokrasi
sebagai suatu organisasi
- Birokrasi
sebagai masyarakat modern
Pentingnya Birokrasi
1. Teori yang lama memandang
birokrasi sebagai instrumen politik. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya,
teori tersebut ditolak, dengan menyatakan pentingnya peranan birokrasi dalam
seluruh tahapan atau proses kebijakan publik.
2.
Menurut Robert Presthus, pentingnya birokrasi diungkapkan dalam
peranan-nya sebagai “delegated legislation”, “initiating policy” dan”internal
drive for power, security and loyalty”.
3.
Dalam membahas birokrasi ada tiga pertanyaan pokok yang harus
diperhati-kan,
(1)
bagaimana para birokrat dipilih,
(2) apakah
peranan birokrat dalam pembuatan keputusan, dan
(3)bagaimana
para birokrat diperintah.
Dalam
hubungannya dengan pertanyaan kedua, hal pertama yang perlu disadari adalah ada
perbedaan antara proses pembuatan keputusan yang aktual dengan yang formal.
Dalam kenyataan birokrat merupakan bagian dari para pembuat keputusan.
4.
Pentingnya peranan birokrasi amat menonjol dalam negara-negara sedang
berkembang di mana mereka semuanya telah memberikan prioritas kegia-tannya pada
penyelenggaraan pembangunan nasional. Di negara-negara ini
Birokrasi Di Indonesia
Birokrasi di Indonesia memiliki
posisi dan peran yang sangat strategis. Birokrasi menguasai banyak aspek dari
hajat hidup masyarakat. Mulai dari urusan kelahiran, pernikahan, perizinan
usaha sampai urusan kematian, masyarakat tidak bisa menghindar dari birorkasi.
Ketergantungan masyarakat sendiri terhadap birokrasi juga masih sangat besar.
Ditinjau
dari aspek kebudayaan, aparatur birokrasi memiliki status sosial yang tinggi di
tengah masyarakat. Status sosial tersebut merupakan aset kekuasaan, karena
orang cenderung mau tunduk pada orang lain yang memiliki status sosial lebih
tinggi.
Dalam
kaitan penyelenggaraan pemerintahan, dengan sifat dan lingkup pekerjaannya,
birokrasi menguasai aspek-aspek yang sangat luas dan strategis. Birokrasi
menguasai akses-akses sumber daya alam, anggaran, pegawai, proyek-proyek, serta
menguasai akses pengetahuan dan informasi yang tidak dimiliki pihak lain.
Dengan
posisi dan kemamampuan besar yang dimilikinya tersebut, birokrasi bukan saja
mempunyai akses yang kuat untuk membuat kebijakan yang tepat secara teknis,
tetapi juga mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat dan dunia usaha.
Birokrasi dengan aparaturnya juga memiliki berbagai keahlian teknis yang tidak
dimiliki oleh pihak-pihak non birokrasi, seperti dalam hal perencanaan
pembangunan, pengelolaan infrastruktur, penyelenggaraan pendidikan, pengelolaan
transportasi dan lain-lain.
Birokrasi
di Indonesia juga memegang peranan penting dalam perumusan, pelaksanaan, dan
pengawasan berbagai kebijakan publik, serta dalam evaluasi kinerjanya. Dari
gambaran di atas nyatalah, bahwa birokrasi di Indonesia memiliki peran yang
cukup besar. Besarnya peran birokrasi tersebut akan turut menentukan
keberhasilan pemerintah dalam menjalankan program dan kebijakan pembangunan.
Jika birokrasi buruk, upaya pembangunan akan dipastikan mengalami banyak
hambatan. Sebaliknya, jika birokrasi bekerja secara baik, maka program-program
pembangunan akan berjalan lebih lancar. Pada tataran ini, birokrasi menjadi
salah satu prasyarat penting keberhasilan pembangunan.
Di tengah posisinya yang cukup strategis, birokrasi di Indonesia sulit
menghindar dari berbagai kritik yang hadir yaitu:
-
Buruknya pelayanan public
- Besarnya angka kebocoran anggaran
Negara
- Rendahnya profesionalisme dan
kompetensi PNS
- Sulitnya pelaksanaan koordinasi
antar instansi
- Masih banyaknya tumpang tindih
kewenangan antar instansi, aturan yang tidak sinergis dan tidak relevan dengan
perkembangan aktual, dan masalah-masalah lainya.
Birokrasi juga dikenal enggan
terhadap perubahan, eksklusif, kaku dan terlalu dominan, sehingga hampir
seluruh urusan masyarakat membutuhkan sentuhan-sentuhan birokrasi
Tingginya biaya yang dibebankan untuk pengurusan hal tertentu baik yang berupa
legal cost maupun illegal cost, waktu tunggu yang lama, banyaknya pintu layanan
yang harus dilewati dan tidak berperspektif pelanggan.
Dalam
survei Doing Business 2009 yang dibuat oleh International Finance Corporation
(IFC) di 181 negara, Indonesia berada pada urutan 129. Survei yang dilakukan
terhadap 10 indikator berusaha, yaitu starting a business, dealing with
construction permits, employing workers, registering property, getting credit,
dan protecting investor.
Selain
itu paying taxes, trading across borders, enforcing contract serta closing a
business. Dari kesepuluh indikator tersebut, Indonesia hanya mengalami
kemudahan berusaha dalam hal getting credit, yakni kemudahan memperoleh kredit
yang merupakan buah kerja Bank Indonesia yang mememberikan kemudahan dan
informasi institusi keuangan, termasuk profil risiko peminjam.
Posisi
Indonesia berada jauh di bawah Thailand yang menduduki peringkat 13, Malaysia
di urutan 20, dan Vietnam posisi ke 92. Indonesia hanya sedikit di atas Kamboja
dengan peringkat 135 dan Filipina dengan urutan 140. ASEAN perlu berbangga
karena negeri jiran, Singapura, mempertahankan posisinya di peringkat pertama,
disusul urutan berikutnya Selandia Baru, AS, Hong Kong, dan Denmark.
R Nugroho Dwijowiyoto (2001) menyatakan kondisi riil birokrasi Indonesia saat
ini, digambarkan sebagai berikut :
Secara
generik, ukuran keberhasilan birokrasi sendiri sudah tidak sesuai dengan
tuntutan organisasional yang baru. Di Indonesia, birokrasi di departemen atau
pemerintahan paling rendah, yang diutamakan adalah masukan dan proses, bukan
hasil. Karenanya, yang selalu diperhatikan oleh para pelaku birokrasi adalah
jangan sampai ada sisa pada akhir tahun buku.
Birokrasi kita tidak pernah menyadari bahwa ada perubahan besar di dunia. Di
mana semua hal harus mengacu kepada pasar, bisnis harus mengacu kepada
permintaan pasar, dan kalau mau berhasil dalam kompetisi ia harus mampu
melayani pasar. Pasar birokrasi adalah seluruh masyarakat, yang dilayani oleh
birokrasi bukannya pejabat pemerintahan atau pimpinan birokrasi itu sendiri,
tetapi rakyat.
Birokrasi
sangatlah commanding dan sentralistik, sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan
zaman mondial kini dan masa depan, di mana dibutuhkan kecepatan dan akurasi
pengambilan keputusan.

2.Keuntungan
dan Kelemahan Birokrasi
Keuntungan Birokrasi
- Teori
birokrasi ini mempunyai kekuatannya yang tersendiri, walaupun teori ini
sering dikaitkan dengan pelbagai streotaip negatif, namun teori
birokrasi ini juga banyak memberikan sumbangan kepada teori dalam
pengurusan sumber manusia. Menurut Kettner (2002), terdapat tiga
pertimbangan yang diambil kira dalam teori birokrasi iaitu pertama
ialah kebertanggungjawapan (accountability), kedua ialah hierarki
dan definisi tanggungjawab, manakala yang ketiga pula ialah penyediaan
untuk kerja. Kesemua instrumen tersebut adalah kekuatan kepada teori ini
dan inilah yang membezakannnya dengan teori organisasi yang lain.
- Hierarki
dan definisi tanggungjawab adalah merupakan ciri penting birokrasi dalam
membantu pengurusan tempat kerja yang tersusun. Lakaran prinsipal
terhadap semua tugas haruslah jelas dan harus disusun dalam bentuk
hierarki. Dengan adanya hierarki dan spesifikasi tugas ini, ianya
dapat memberi kekuatan terhadap organisasi birokrasi kerana ia dapat
memantapkan lingkungan kuasa yang ada pada jabatan, program, unit kecil
dan bagi setiap pekerja itu sendiri. Salah satu lagi kelebihannya
disini ialah setiap pekerja amat jelas serta tahu kerja dan tugas
harian yang patut dilakukan oleh mereka, tanpa perlu bergantung
kepada arahan untuk melakukan sesuatu tugas daripada pihak lain.
- Ada
Aturan, Norma, dan Prosedur untuk Mengatur Organisasi
Dalam model teori birokrasi Max Weber, ditekankan mengenai pentingnya
peraturan. Weber percaya bahwa peraturan seharusnya diterapkan secara
rasional dan harusnya ada peraturan untuk segala hal dalam organisasi.
Tentunya, peraturan-peraturan itu tertulis. Dengan demikian, organisasi
akan mempunyai pedoman dalam menjalankan tugas-tugasnya
Kelemahan
dan Problema dalam Birokrasi
- Kelemahan-kelemahan birokrasi terletak dalam
hal:
a. penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsional
b. terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan
hirarki
c. kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi
d. berlakunya pita merah dalam
kehidupan organisasi
- Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam
birokrasi sebenarnya tidak berarti bahwa birokrasi adalah satu bentuk
organisasi yang negatif, tetapi seperti dikemukakan oleh K. Merton lebih
merupakan “bureaucratic dysfunction” dengan ciri utamanya “trained
incapacity”.
- Usaha-untuk memperbaiki penampilan birokrasi
diajukan dalam bentuk teori birokrasi sistem perwakilan. Asumsi yang
dipergunaksn adalah bahwa birokrat di pengaruhi oleh pandangan
nilai-nilai kelompok sosial dari mana ia berasal. Pada gilirannya
aktivitas administrasi diorientasikan pada kepen-tingan kelompok
sosialnya. Sementara itu, kontrol internal tidak dapat dijalankan.
Sehingga dengan birokrasi sistem perwakilan diharapkan dapat diterapkan
mekanisme kantrol internal. Teori birokrasi sistem perwakilan secara
konseptual amat merangsang, tetapi tidak mungkin untuk diterapkan. Karena
teori ini tidak realistik, tidak jelas kriteria keperwakilan, emosional
dan mengabaikan peranan pendidikan.
- Keengganan untuk mengakui adanya konflik di antara
otorita yang disusun secara hirarkis dan sulit menghubungkan proses
birokratisasi dengan modernisasi yang berlangsung di negara-negara sedang
berkembang.
- Salah
satu kelemahan yang sering dikaitkan dengan birokrasi ialah “red
tape” . Istilah ini merujuk kepada satu peraturan birokrasi yang
sangat berlebihan sehingga menyebabkan kelewatan kepada sesuatu urusan
ataupun proses. Menurut struktur birokrasi Weber yang diberikan oleh
Etzioni dalam bukunya, sistem pencatatan perlu dilakukan untuk merekod
segala tindakan, keputusan dan peraturan dalam pentadbiran. Peraturan
inilah yang sebenarnya menyebabkan “red tape” kerana ia menyebabkan
proses perjalanan urusan dokumentasi menjadi lambat.
3. Birokratisme
Pengertian birokratisme mengacu pada sifat keterpakuan
pada rutinitas, penolakan terhadap inovasi, keengganan memikul tanggung jawab,
kekakuan dalam menerapkan aturan, dan kecenderungan menunda pekerjaan (Dawam
Raharjo; Prisma, 1986). Selain sebagai acuan pemahaman, pengertian ini dapat
juga dijadikan pegangan dalam evaluasi dan perbaikan.
Contoh gampangnya, Bila seharusnya
di Kantor Desa untuk membuat KTP adalah 1 Minggu, namun pada kenyataannya
ternyata lebih lama, itu termasuk
Birokratisme. Kalau jadi lebih cepat itu juga Birokratisme.
Birokratisme adalah sebuah keburukan yang terdefinisi
dengan baik, sebuah pelencengan yang buruk dan berbahaya, yang telah dikutuk
secara resmi namun tetap tidak menunjukkan tanda-tanda akan melenyap. Terlebih
lagi, cukuplah sulit untuk melenyapkannya dengan satu pukulan! Tetapi bila
birokratisme, seperti yang dikatakan oleh resolusi Komite Pusat, mengancam
untuk memisahkan partai dari massa dan oleh karenanya melemahkan karakter kelas
dari partai, maka perjuangan melawan birokratisme tidak mungkin berasal dari
pengaruh-pengaruh non-proletar. Sebaliknya, aspirasi partai untuk menjaga
karakter proletarnya niscaya harus melahirkan resistensi terhadap birokratisme.
Tentu di bawah kedok resistensi ini, berbagai tendensi yang keliru, tidak
sehat, dan berbahaya dapat memanifestasikan diri mereka. Dan mereka tidak dapat
diungkapkan tanpa menganalisa dengan metode Marxis isi ideologi mereka. Akan
tetapi, mengidentifikasikan resistensi terhadap birokratisme sebagai sebuah
kelompok yang menjadi kendaraan untuk pengaruh asing adalah sendirinya menjadi
“kendaraan” untuk pengaruh birokratis.
Daftar Pustaka
Ø Hall, R. H.
(1999). Organizations: Structures, Processes, and Outcomes. (7th ed).
United States: Prentice-Hall, Inc. (Edisi Terjemahan)
Ø Mouzelis, N.
P. (1967). Organization and Bureaucracy. Great Britain: Routledge 11 New
Fetter lane. (Edisi Terjemahan)
Ø Dr. Edi
Siswadi , M. Si Rethinking Birokrasi .
Pustaka Publisher
Ø Kristian
Widya Wicaksono. Administrasi dan
Birokrasi Pemerintah. Graha Ilmu
Ø Martin
Albrow, Birokrasi, (Yogyakarta: Tiara Wacana, Cet.3, 2004)